



Polemik SMKN 2 Rejang Lebong, Kepsek : Bantah Tudingan, Guru : Jangan Zalimi Hak Kami

Realnewsbengkulu.com || Rejang Lebong -- Polemik petisi penolakan pemimpin otoriter dan arogansi yang dilayangkan oleh 37 Guru, P3K dan Honorer SMKN 2 Rejang Lebong tertanggal 17 April 2025 yang telah dilayangkan secara langsung ke Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, SE semakin menarik perhatian.
Dimana salah satu guru ASN, Alexander Leo Permadi, menyebutkan akar munculnya petisi berawal dari ketidakharmonisan yang terjadi dilingkungan sekolah dengan kebijakan-kebijakan yang dinilai banyak merugikan dewan guru serta para siswa.
" Contoh kebijakan yang merugikan siswa, pemotongan PIP sebesar Rp. 100 ribu. Dari sekitar 90an penerima, 99 persen dipotong, pengembalian uang baju praktek siswa yang di janjikan Gubernur, tapi kata kepala sekolah pemutihan dan tidak dibayarkan sehingga membuat siswa bersuara," jelasnya.
Selain siswa, sambungnya, persoalan yang mencolok yakni gaji GTT dan PTT banyak yang tidak dibayarkan. Untuk guru ASN yang tidak mengikuti kebijakan Kepala sekolah maka dipersulit dan ditekan soal sertifikasi.
" Permasalahan-permasalahan ini sebenarnya sudah lama, namun kami baru bersuara, dengan harapan Gubernur Bengkulu menonaktifkan secepat mungkin, karena kalau tidak kebijakannya banyak akan merugikan baik guru maupun siswa. Kami bukan melawan atasan, tentu itu tidak benar juga, tapi ketika melihat teman teman dizalimi semua seperti gaji tidak dibayar, setiap ASN ditekan tekan soal sertifikasi, makanya kami bersuara," tambahnya.
Selain itu pihaknya berharap dan menunggu jika Kepala sekolah meminta untuk diselesaikan secara duduk bersama atau mediasi.
" Kalau untuk duduk bersama atau mediasi membahas persoalan ini, kami sangat siap dan itu yang kami tunggu tunggu selama ini," tambahnya.
Ditempat yang sama, Guru honorer, Herlina Julianti, mengungkap honor mengajarnya sejak Agustus 2024 hingga Februari 2025 bahkan sampai saat ini belum dibayar. Padahal, sebelum mendapat SK Gubernur, dirinya bisa digaji melalui dana BOS.
“Gaji yang biasa saya terima jumlah waktu itu 1 juta perbulan, namun setelah itu dipotong-potong menjadi Rp 450 ribu, hingga Rp 250 ribu. Meski begitu saya tetap menjalankan tugas saya untuk mengajar," tambahnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Kepala SMKN 2 Rejang Lebong, Agustinus Dani, membantah beberapa poin dari 20 poin alasan dalam surat petisi penolakan yang ditandatangani oleh 37 Guru, P3K dan Honorer SMKN 2 Rejang Lebong.
" Untuk persoalan pembayaran honor empat guru honorer bermula dari status SK yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi, Kami ingin membayar honor mereka, tapi terbentur aturan. SK mereka dari provinsi, bukan dari kepala sekolah,” jelasnya.
Selain itu, sambungnya, terkait PIP, hal tersebut merupakan persoalan lama yang muncul kembali, dimana menurutnya kepengurusan PIP dalam prosedur para siswa mengambil sendiri di bank.
" Setelah mengambil PIP siswa pergi ke sekolah membayar yang mungkin belum dibayar, seperti baju, SPP, itu yang saya tau," tambahnya.
Terkait tidak dibayarnya honorer yang SK nya dari Kepala Sekolah, pihaknya mengaku tidak bisa dibayarkan dikarenakan belum memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).
“Selama ini dibayar dari uang komite. Tapi sejak ada edaran gubernur, jadi tidak bisa dibayarkan lagi. Saya berharap dengan polemik ini, ada baiknya kami duduk bersama, dengan kepala dingin. Mudah-mudahan ada jalan keluarnya,” tutupnya. (Red)